Jumat, 07 Oktober 2016

Herbert West - Reanimator (part 6/tamat)

Penulis: H. P. Lovecraft

Catatan: lanjutan dari 6 seri serial pendek horor yang berkisah tentang Herbert West, ilmuwan yang terobsesi menghidupkan orang mati. Kisah ini dibawakan lewat narasi napak tilas sahabat Herbert West sejak mereka masih mahasiswa sekolah kedokteran. Baca bagian sebelumnya di sini.




Ketika dr. Herbert West menghilang tahun lalu, kepolisian Boston menginterogasiku. Mereka menduga aku menyembunyikan sesuatu, atau bahkan lebih buruk lagi, tapi aku tak bisa menceritakan yang sebenarnya karena mereka tak akan percaya. Tetapi, mereka setidaknya tahu bahwa West terlibat dalam aktivitas yang tidak biasa; eksperimen mengerikannya terkait menghidupkan mayat sudah berkembang terlalu jauh sehingga semakin sulit dirahasiakan. Akan tetapi, peristiwa terakhir yang mengguncangkan jiwa itu lebih terasa seperti fantasi iblis, yang bahkan mampu membuatku meragukan realita yang kulihat.

Aku adalah teman terdekat West sekaligus satu-satunya asisten berharganya. Kami bertemu bertahun-tahun silam di fakultas kedokteran, dan sejak saat itu, aku dan dia berbagi rahasia penelitian mengerikannya. Dia telah lama mencoba mengembangkan semacam larutan sempurna yang, ketika disuntikkan ke nadi mayat segar, akan mengembalikan daya hidupnya. Sebuah tugas yang menuntut mayat segar berlimpah dan dengan sendirinya melibatkan berbagai tindakan ganjil. Yang lebih mengejutkan adalah hasil beberapa eksperimennya--gumpalan daging yang sudah mati namun dihidupkan West menjadi sosok bergerak yang buta, tak berotak, dan memualkan. Itu sudah bisa ditebak, sebenarnya, karena mengembalikan daya pikir seperti semula membutuhkan spesimen yang benar-benar segar, tanpa proses pembusukan yang akan memengaruhi sel-sel otak.

Kebutuhan akan pasokan mayat segar inilah yang telah meruntuhkan moral West. Mayat sulit didapat, dan ada satu saat yang mengerikan dimana dia mendapat spesimen yang benar-benar segar; sedikit perkelahian, jarum suntik, dan alkaloid mematikan dalam sekejap mengubah orang itu menjadi spesimen segar, dan eksperimen West sesudahnya cukup sukses. Hasilnya, West berubah menjadi sosok dengan jiwa yang tumpul, dengan mata dingin yang sesekali hidup dengan sorot menilai, terutama saat memandang orang-orang dengan kemampuan mental yang hebat dan fisik yang bagus, Menjelang saat-saat terakhir kami bersama, aku semakin takut pada West, karena dia juga mulai melihatku dengan tatapan itu. Orang lain sepertinya tidak menyadarinya, tapi mereka menyadari ketakutanku, dan setelah West menghilang, mereka mulai mengembangkan berbagai kecurigaan absurd.

Kenyataannya, West justru jauh lebih ketakutan daripada aku, karena misi mengerikannya membuatnya hidup dengan ketakutan terhadap berbagai bayang-bayang. Sebagian karena takut dikejar polisi, tetapi terkadang ketakutannya jauh lebih dalam, terkait hal-hal yang tak bisa dijelaskan, termasuk bahan-bahan yang dia suntikkan ke dalam tubuh mayat, namun tak satupun yang bertahan hidup lama. Dia biasanya menyelesaikan eksperimennya dengan tembakan pistol, tapi ada beberapa kejadian dimana dia tidak cukup cepat.

Ada mayat pertama kami, yang kabur dan menyisakan kuburan kosong dengan bekas cakaran. Ada juga mayat profesor kami dari Arkham yang melakukan kanibalisme sebelum ditangkap polisi dan dimasukkan ke sel rumah sakit jiwa di Sefton, dimana dia membentur-benturkan diri ke tembok selama enam belas tahun. Tapi hasil percobaan West yang lainnya lebih sulit dijelaskan, karena bertahun-tahun setelahnya, minat ilmiah West telah merosot menjadi mania fantastis yang tak sehat. Dia telah mencurahkan semua keahliannya bukan hanya untuk menghidupkan mayat, tetapi bahkan jjuga bagian tubuh yang terpisah, atau bagian tubuh yang disambungkan ke jaringan makhluk hidup lain. Hal itu menjadi begitu menjijikkan; banyak dari eksperimen ini bahkan tidak bisa ditulis. Perang Dunia, dimana kami sama-sama pernah bertugas sebagai dokter bedah, hanya semakin menajamkan sisi mengerikan ini dari diri West.

Kupikir aku tahu mengapa West merasa sangat ketakutan terhadap spesimen-spesimen percobaan masa lalunya. Sebagian karena dia tahu bahwa makhluk-makhluk itu masih ada di luar sana, dan sebagian karena dia tidak tahu apa yang akan mereka lakukan terhadap dirinya. Hilangnya makhluk-makhluk itu semakin menambah ketakutannya, apalagi West hanya mengetahui keberadaan satu mayat hidup, yaitu sosok menyedihkan di rumah sakit jiwa itu. Kemudian ada ketakutan yang lebih tersamar, sensasi fantastis akibat percobaan ganjil dalam resimen militer Kanada pada tahun 1915. Di tengah pertempuran, West telah menghidupkan kembali Mayor Sir Eric Moreland Clapham-Lee, D.S.O., rekan sesama dokter yang mengetahui eksperimennya dan bahkan mampu menirunya. Kepala si dokter terpenggal, sehingga West melakukan percobaan untuk melihat keberadaan tanda-tanda kecerdasan di tubuhnya. Tanda-tanda kesuksesan muncul tepat sebelum bom tentara Jerman menghantam gedung kami. Tubuh mayat itu bergerak, dan kami bahkan yakin ada suara yang keluar dari kepala terpenggal yang disimpan di sudut laboratorium. Bom itu bisa dibilang rahmat, tapi West tidak sepenuhnya yakin bahwa kami adalah satu-satunya yang selamat. Dia terkadang berkomentar tentang apa yang akan dilakukan si dokter tanpa kepala, yang mungkin juga punya kemampuan menghidupkan orang mati.

Kediaman terakhir West adalah sebuah rumah tua yang elegan, dibangun menghadap salah satu pemakaman tertua di Boston. Dia memilih tempat itu murni karena faktor simbolis dan estetika fantastisnya, karena perabot rumah itu kebanyakan dari periode kolonial dan tidak banyak gunanya untuk seorang ilmuwan yang berhasrat mencari banyak mayat segar Laboratoriumnya terletak di ruang bawah tanah yang dibangun khusus oleh para pekerja asing, dan memiliki tungku pembakar besar untuk menyingkirkan mayat atau sisa-sisa tubuh hasil percobaan ganjil si tuan rumah tanpa keributan. Ketika sedang menggali, para pekerja menemukan peninggalan batu purba, yang tidak diragukan lagi berkaitan dengan sejarah pemakaman tua itu, walaupun letaknya terlalu dalam. Setelah melakukan penelitian singkat, West menyimpulkan bahwa benda itu berasal dari ruangan rahasia di bawah makam keluarga Averill, dimana proses penguburan terakhir dilakukan pada tahun 1768.

Aku menyertai West saat dia menelusuri dinding ruangan rahasia yang telah digali oleh para pekerja, dan kami sudah bersiap-siap menemukan rahasia berabad-abad dari pemakaman tua. Akan tetapi, untuk pertama kalinya, rasa takut mengalahkan keingintahuan ilmiah West, dan dia menyuruh para pekerja untuk tidak menyentuh ruangan rahasia itu, serta menutup dan melapisinya dengan semen. Begitulah keadaannya sampai malam mengerikan itu. Di luar, West tetap sama--tenang, dingin, cermat dan berambut kuning, dengan mata biru berlapis kacamata dan kesan muda yang nampak tak berubah seiring waktu. Ketenangannya tak berubah meskipun dia terus membayangkan kuburan rusak serta sosok ganas yang terkurung di balik jeruji Rumah Sakit Jiwa Sefton.

Akhir riwayat Herbert West dimulai pada satu malam di ruang kerja kami, saat dia sibuk menekuni surat kabar. Sebuah judul dari lembar koran yang setengah kusut membuat ketakutan masa silamnya menyeruak. Sesuatu yang mengerikan telah terjadi di Rumah Sakit Jiwa Sefton, 50 mil jauhnya dari kediaman kami, menggegerkan masyarakat dan membingungkan para polisi. Sekelompok orang memasuki bangunan rumah sakit tanpa suara, dan pemimpinnya membangunkan para penjaga. Sosok itu nampak mengintimidasi dan berbalut seragam militer, yang nampaknya berbicara tanpa menggerakkan bibirnya, dan suaranya seolah keluar dari dalam kotak hitam yang dibawanya. Wajahnya yang tanpa ekspresi sekilas sangat tampan, namun ketika cahaya lampu menimpanya, para penjaga di rumah sakit jiwa itu terkejut melihat bahwa wajah itu ternyata terbuat dari lilin, dengan bola mata kaca.

Satu sosok yang lebih besar menuntun pria berbaju militer ini; sesosok raksasa dengan wajah kebiruan yang seolah sudah separuh hancur akibat penyakit tertentu. Sosok berbaju militer itu meminta agar si monster kanibal yang dimasukkan ke rumah sakit jiwa itu enam belas tahun yang lalu dibebaskan. Ketika permintaannya ditolak, sosok itu meneriakkan komando yang memulai kerusuhan besar-besaran. Rombongannya segera menyerang, menginjak-injak dan menggigit para penjaga yang tak berhasil kabur, membunuh empat orang dan berhasil membebaskan monster itu. Para korban selamat dari kerusuhan itu bersumpah dengan histeris bahwa sosok-sosok yang menyerang mereka tak kelihatan seperti manusia, dan lebih mirip makhluk-makhluk ganjil dengan gerak-gerik serba otomatis yang bergantung pada perintah si sosok berwajah lilin. Ketika polisi datang, rombongan itu telah menghilang.

West hanya bisa terduduk kaku di tempat, dan ketika bel pintu mendadak berbunyi pada tengah malam, dia terperanjat dan nampak ketakutan. Para pembantu kami sedang tidur di loteng, jadi aku membuka pintu.

Seperti yang sudah kujelaskan berkali-kali pada setiap polisi, saat aku membuka pintu, aku melihat sekelompok sosok ganjil, masing-masing membawa kotak persegi besar yang mereka letakkan di teras. Salah satu dari mereka berujar dengan suara melengking ganjil: "Kiriman...sudah dibayar." Mereka kemudian berbalik dan pergi dengan langkah tertatih-tatih, dan ketika melihat mereka pergi, aku mendapat pemikiran aneh bahwa mereka pergi ke kuburan tua yang ada di dekat rumah kami. Aku membanting pintu saat West turun dan memandang kotak itu. Ukurannya sekitar dua kaki persegi, dengan nama dan alamat West tercantum lengkap. Di atas kotak itu, ada pesan:

Dari Eric Moreland Clapham-Lee, St. Eloi, Flanders.

Enam tahun yang lalu, di Flanders, rumah sakit tempat kami pernah bekerja selama perang hancur karena bom dan menimpa mayat Dokter Clapham-Lee, serta kepalanya yang terpisah dan sepertinya sempat mengeluarkan suara. West tak senang melihatnya, dan wajahnya memucat seperti hantu. Dia menukas, "Ayo bakar...benda ini." Kami membawa kotak itu ke laboratorium dan memasukkannya ke dalam alat pembakar, tanpa dibuka. Karena nama yang tercantum di kotak itu, bagiku rasanya seperti membakar mayat Herbert West.

Ketika serpihan-serpihan plester putih mulai berjatuhan dari bagian tembok dimana lorong menuju ruangan makam rahasia itu ditutup, West adalah yang pertama melihatnya. Aku hendak lari, tapi dia menghentikanku. Sedikit bagian tembok itu akhirnya runtuh, dan kami merasakan hembusan angin sedingin es, bersamaan dengan masuknya aroma bercampur bau busuk. Tak ada suara yang keluar, namun tepat sebelum cahaya lampu padam, aku melihat siluet lewat lubang kecil di lorong yang ditutup tembok batu itu; sosok-sosok bisu yang kengeriannya hanya bisa diciptakan oleh kegilaan. Ada yang mirip manusia, separuh mirip manusia, dan ada yang sama sekali tak mirip manusia utuh; sangat beragam, namun sama mengerikannya. 

Sosok-sosok itu mulai memindahkan batu-batu, satu demi satu, dari tembok tua itu. Ketika lorong tua itu akhirnya cukup lebar, mereka masuk ke dalam laboratorium dalam satu barisan, dipimpin sosok besar dengan kepala terbuat dari lilin. Sosok itu mendadak menyambar tubuh Herbert West, yang tidak melawan dan sama sekali tak bisa bersuara. Mayat-mayat hidup itu kemudian ikut menerjangnya, mencabik-cabik tubuh West di depan mataku, sebelum membawa serpih-serpih tubuhnya kembali ke lorong gelap menuju neraka itu. Si pemimpin-berkepala-lilin, yang mengenakan seragam militer Kanada, membawa kelapa West. Ketika bayangan mereka nampak makin samar, aku melihat mata biru West, menatap nyalang dengan emosi tak terkatakan yang jelas terpancar.

Para pembantu menemukanku pingsan keesokan harinya. West menghilang. Alat pembakar kami hanya menyisakan abu. Para detektif menanyaiku, tapi apa yang bisa kukatakan? Mereka tak bisa mengaitkan peristiwa di Rumah Sakit Jiwa Sefton dengan hilangnya West. Aku memberitahu mereka tentang ruangan rahasia itu, yang anehnya sudah utuh lagi, namun mereka hanya tertawa, jadi aku tak berkata apa-apa lagi. Mereka pikir aku gila, atau pembunuh. Mungkin gila lebih tepat. Tapi kurasa aku tak akan jadi segila ini seandainya saja gerombolan terkutuk itu mengatakan sesuatu.

Tamat
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar