Kamis, 21 Januari 2016

World War Z: Bab III: Kepanikan Besar (part 1)

Baca bab sebelumnya di sini.

Ingin baca dari awal? Ke sini.



Pangkalan Udara Nasional Pannell Air, Memphis, Tennessee, Amerika Serikat

(Gavin Blaire menerbangkan salah satu kapal udara tempur D-17 yang menjadi tulang punggung Patroli Udara Sipil Amerika. Tugas itu cocok untuknya. Ketika masih menjadi penduduk sipil, dia menerbangkan balon udara Fujifilm).

Pemandangan itu membentang sampai ke cakrawala: sedan, bus, truk, mobil rekreasi, pokoknya apa saja yang bisa dikendarai. Aku melihat traktor dan pengaduk semen. Aku bahkan melihat lori dengan papan iklan Gentlemen's Club besar di atasnya. Orang-orang duduk di atas segala macam; atap mobil, rak barang. Aku jadi ingat foto-foto kereta api di India, dengan orang-orang bergelantungan di atasnya seperti monyet.

Segala macam barang bertebaran di jalan: koper-koper, kotak kardus, bahkan perabot mahal. Aku bahkan melihat piano besar yang hancur, sepertinya baru didorong jatuh dari atas truk. Banyak mobil yang ditinggalkan pemiliknya; beberapa didorong atau dilucuti, yang lainnya terbakar habis. Aku juga melihat banyak orang berjalan kaki, di jalan maupun di lahan kosong di pinggirnya. Beberapa orang mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil sambil mengangsurkan berbagai macam barang. Beberapa perempuan memamerkan payudara . Mereka pasti ingin menukar barang, mungkin bensin. 

Lebih jauh lagi, sekitar 30 mil ke belakang, lalu-lintas nampaknya lebih lancar. Kau mungkin pikir suasananya lebih tenang, tapi ternyata tidak. Orang-orang memencet klakson, menyundul mobil-mobil di depan mereka, melompat, atau diseret keluar dengan paksa. Aku melihat banyak orang terbaring di pinggir jalan, sama sekali tidak bergerak. Orang-orang lain berlari melewati mereka, menggotong barang-barang, menggendong anak-anak, menuju ke arah yang sama dengan barisan mobil itu. Beberapa mil kemudian, aku melihat penyebabnya.

Makhluk-makhluk itu berlari melewati deretan mobil. Pengendara di jalur pinggir mencoba kabur ke luar jalan, sehingga mobil mereka terjebak di lumpur atau malah memerangkap mobil lainnya. Orang-orang tak bisa membuka pintu karena jalanannya terlalu padat. Banyak yang terperangkap. Pintu-pintu mereka tertutup rapat, dan kuduga dikunci. Jendela mobilnya juga ditutup. Mayat hidup tak bisa menerobos ke dalam, tapi yang di dalam tak bisa keluar. Aku melihat beberapa orang yang panik malah menembak menembus jendela mereka, menghancurkan satu-satunya perlindungan  yang mereka punya. Dasar bodoh. Padahal mereka mungkin bisa bertahan beberapa jam di dalam mobil, atau bahkan lolos. Mungkin memang tak ada jalan keluar, hanya kematian cepat. Ada trailer pengangkut kuda yang terpasang pada sebuah truk di tengah jalan, bergoyang-goyang keras. Kuda-kudanya masih ada di dalam.

Gerombolan zombie itu melewati barisan mobil, memakan apa saja yang ada di depan mereka, terus sampai ke barisan depan yang macet total, ke arah orang-orang malang yang berusaha menyelamatkan diri. Itulah yang membuatku ngeri; orang-orang itu tidak menuju kemana-mana. Jalanan itu adalah lajur tol 1-80 yang membentang antara Lincoln dan North Platte. Kedua tempat itu sudah terinfeksi, begitu juga dengan kota-kota kecil di antaranya. Apa yang mereka lakukan? Siapa yang merencanakan pelarian itu? Apakah orang-orang itu hanya melihat kumpulan mobil dan langsung bergabung tanpa bertanya-tanya? Aku mencoba membayangkan bagaimana rasanya: terjebak di antara mobil-mobil, anak-anak menangis, anjing menggonggong, tahu apa yang mengejar mereka di belakang sana, dan berdoa semoga orang-orang di depan sana tahu apa yang mereka lakukan.

Kau pernah dengar eksperimen yang dilakukan seorang jurnalis Amerika di Moskow tahun 70-an? Dia berdiri di depan pintu sebuah gedung, tapi tak ada yang istimewa di sana, hanya pintu biasa. Seseorang akhirnya berdiri di belakangnya, lalu beberapa orang lagi, dan tahu-tahu antrian itu sudah mengular sepanjang satu blok. Tak ada yang bertanya untuk apa mereka mengantre. Mereka hanya menduga ada sesuatu yang bagus di sana. Aku tak tahu apakah cerita itu benar atau tidak. Mungkin itu hanya legenda kota, atau malah mitos. Siapa yang tahu?

Baca bagian selanjutnya di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar